FKDM Kota Sukabumi

Perbincangan dan Obrolan Seputar Kota Sukabumi Setiap Hari, Pukul 19.30 - 23.00 WIB

Jumat, 19 Februari 2021



Wali Kota Sukabumi, H. Achmad Fahmi melakukan kunjungan ke Kampung Tohaga "Lodaya Bageur", Kadulawang, Lembursitu pada Jum'at (19/2). Kunjungan tersebut dilakukan di sela-sela acara rutin bersepeda yang biasa dilakukan setiap hari Jum'at.




Sejak COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi global satu tahun lalu, Pemerintah Kota Sukabumi bersaha unsur-unsur masyarakat bahu-membahu untuk mengantisiasi penularan virus korona. 

Bentuk kolaborasi yang selalu digaungkan oleh pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran virus korona di Kota Sukabumi salah satunya dengan membentuk "Kampung Tohaga" di beberapa kelurahan.

Program yang sebelumnya bernama "Kampung Tangguh" yang digagas oleh Polresta Sukabumi ini dipandang sebagai hal baik yang telah dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

Kolaborasi Kreatif Membentuk Kampung Tohaga
Tulisan ini dimuat Radar Sukabumi pada Desember 2020

Kolaborasi telah menjadi mantra atau jampi ampuh sejak lima tahun terakhir. Meskipun praktiknya telah dilakukan oleh setiap orang, tetapi pembahasan dan pembahasaan kembali istilah ini mulai menyebar dan diwacanakan oleh penutur bahasa mulai dari pemerintah hingga masyarakat sejak internet telah benar-benar dipandang sebagai kebutuhan pokok. 

Kolaborasi dalam berbagai hal dan dapat disebut sebagai suatu proses konvergensi berbagai unsur telah menjadi keniscayaan yang sulit dihindari oleh manusia di era kemajuan infotech.

Perkembangan awal kolaborasi dan konvergensi mau tidak mau harus diakui bermula sejak manusia memproduksi gawai canggih dan cerdas seperti smartphone. Beberapa dekade sebelumnya, setiap kanal atau saluran berjalan secara masing-masing. 

Televisi dan radio berjalan pada kanal gelombang elektromagnetik, telepon berjalan melalui saluran kabel, kamera, tustel, dan peralatan elektronik lainnya berjalan pada saluran yang tidak terkonvergensi dengan gawai-gawai lainnya.

Kebangkitan produksi ponsel cerdas yang ditunjang oleh internet berkecepatan tinggi tidak dapat mengelakkan kebutuhan kolaborasi dan konvergensi setiap gawai dan peralatan. Saat ini, dalam satu genggaman, manusia dapat menonton televisi daring, mendengarkan lagu di Spotify, memotret dirinya sendiri tanpa harus menunggu seorang tukang potret keliling yang datang mingguan, membuat film tentang dirinya sendiri, mengobrol pada saluran telepon dan platform obrolan daring, bahkan dalam satu waktu, manusia modern dapat mengoperasikan beberapa aplikasi dalam satu gawai sekaligus.

Situasi seperti di atas, ketika manusia telah berhasil mengkonvergensikan gawai, internet, dan beragam aplikasi, jauh-jauh hari telah disebutkan oleh Karl Popper, akan membentuk masyarakat terbuka, sebuah masyarakat yang berafiliasi dengan sistem ekonomi pasar. Bagi Popper, sistem ekonomi pasar jauh berbeda dengan kapitalisme yang berkiblat pada Darwinisme Sosial.

Jika di dalam kapitalisme disebutkan mereka yang kuat dan pemilik kapital yang selalu memenangkan persaingan atau pertarungan, di dalam ekonomi pasar yang disodorkan oleh Popper, keadilan yang dijunjung tinggi lah yang akan bertahan dan mampu memuaskan setiap pihak. 

Seperti halnya di dalam penggunan internet, jauh sebelum ekonomi pasar dikembangkan oleh negara-negara di dunia, harga paket internet masih sulit dijangkau oleh setiap kalangan, tetapi saat ini, dengan berbekal pulsa seribu rupiah, manusia dapat membeli paket internet unlimited harian.



Kelahiran masyarakat terbuka bersamaan dengan konvergensi berbagai kanal ini ditekankan oleh Popper bahwa kebaikan bersama dan keadilan sosial menjadi syarat mutlak dalam masyarakat. Untuk menjamin itu, campur tangan negara adalah keniscayaan. Alasan Popper betapa pentingnya campur tangan negara disebabkan oleh cara pandang keliru manusia terhadap makna kebebasan.

Sejak era pencerahan (aufklarung), para penganut kebebasan seolah memiliki pandangan pseudo, kebebasan mutlak tanpa batas berarti pihak yang kuat secara semena-mena dapat melakukan penyintasan seenaknya kepada pihak lain yang dipandang lemah dan belum mendapatkan kemerdekaan. Masyarakat terbuka tanpa campur tangan negara justru akan mengaburkan kemerdekaan manusia yang hakiki dan tergantikan oleh “ocehan dan omelan” berbagai pihak yang menganggap bahwa dirinya bebas mengemukakan pendapat meskipun tidak bernilai pendapat.

Kebaikan dari Masyarakat Terbuka

Hal baik yang perlu dicatat dengan kelahiran masyarakat terbuka, bukan masyarakat jumud, magis, tribal, dan kolektif adalah kemerdekaan dan jalan hidup setiap individu diputuskan oleh caranya sendiri. Pada perkembangan selanjutnya, iklim seperti ini akan melahirkan kreativitas atau dalam terma Sunda disebut sikap motékar dalam setiap invividu. 

Bagi masyrakat modern, kreativitas individu dipandang sebagai sumber daya terbarukan yang akan mengganti posisi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Bagi Indonesia, kemunculan individu kreatif ini merupakan modal sosial dalam menyongsong Indonesia Emas tahun 2045.

Kebijakan pemerintah dari pusat sampai daerah difokuskan pada ikhtiar bersama membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Dengan menyodorkan pandangan Popper seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kelahiran individu kreatif yang dipadukan dengan nilai keadilan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan masyarakat sejahtera. 

Saat menjabat sebagai Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil telah melakukan pembenahan terhadap masalah ini dengan mendirikan Bandung Creative Hub, sebuah lembaga tempat insan atau individu kreatif berkumpul bersama mempraktikkan gagasan-gagasannya daripada sekadar ide.

Kota dan Kabupaten lainnya, seperti Sukabumi mulai mengadaptasi gagasan tersebut dengan mendirikan Sukabumi Creative Hub. Meskipun kebijakan tersebut sampai saat ini baru diserap oleh kaum milenial urban-perkotaan, pada tahap selanjutnya jika lembaga ini dikelola secara baik dan menerapkan prinsip keadilan, penyerapannya akan sangat terbuka dapat diterima oleh setiap kelompok masyarakat.

Mantra Kolaborasi

Jika masyarakat kolektif magis dan tradisional selalu menghubungkan kehidupannya dengan jampi, jangjawokan, dan mantra, sebetulnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat modern, mereka tetap menggunakan mantra-mantra modern baik berupa kode-kode algoritma juga pembahasaan yang dituturukan seperti hanya ungkapan kata kolaborasi. 

Secara harafiah, kata ini diartikan sebagai perbuatan kerja sama dengan pesaing. Jika ditelaah lebih saksama, sikap ini sebetulnya ingin menihilkan bentuk-bentuk persaingan, permusuhan, dan mewunculkannya ke dalam kerja sama yang dipandang lebih halus dan menguntungkan semua pihak.

Kemunculan Perang Dingin sejak akhir Perang Dunia II yang dilakukan oleh dua blok; Barat dan Timur telah mempolarisasikan dunia menjadi dua kubu: kapitalis-liberalis dan komunis-sosialis. Dunia yang terbelah ini menjadi beku dan dingin, persaingan dan permusuhan menguat, setiap pihak saling curiga, dipenuhi oleh propaganda yang pada akhirnya meskipun kapitalisme dan komunisme mati-matian membantah hegemoni, kekuasaan yang dibangun oleh dua blok ini justru melahirkan tirani kelompok bagi kapitalisme dan tirani tunggal bagi komunisme.

Keruntuhan Komunisme pada medio 80-an dipandang sebagai kemenangan kapitalisme tidak sepenuhnya benar. Sebab pada praktiknya, pada era ini ekonomi pasar yang tumbuh. Perusahaan-perusahaan besar tidak lagi semena-mena melakukan produksi besar-besaran suatu barang. Pembuatan produk apa saja dilatarbelakangi oleh sejauh mana barang tersebut dapat diterima oleh pasar. Adagium konsumen adalah raja benar-benar dipegang oleh para pemilik perusahaan.

Persaingan global yang mucul pada dekade 80-an hingga sekarang disebutkan oleh beberapa ahli sosial tidak lagi digunakan sebagai media propaganda. Beberapa negara memang memproduksi senjata balistik nuklir, namun mereka sama sekali mengalami kesulitan bagaimana menggunakannya? 

Pembuatan senjata nuklir sama sekali tidak dimaksudkan digunakan untuk perang melainkan sekadar untuk unjuk gigi pada negara lain sebagai negara kuat. Pada praktiknya, setiap negara dihubungkan oleh mantra kolaborasi meskipun antara Amerika Serikat dan Tiongkok seolah melakukan persaingan yang semakin meruncing.

Di ranah lokal (Kota Sukabumi) hal tersebut keluar saat penulis melakukan dialog interaktif dengan Nurwenda Juniarta dan Kang Endad dalam acara mingguan “Ngaji Sejarah dan Arsip Kota Sukabumi”. Sebagai karikaturis dan seniman spon, kedua orang ini telah melakukan kolaborasi dalam menyajikan seni rupa kreatif agar diterima oleh masyarakat baik lokal maupun global. 

Kolaborasi dalam berkesenian seperti ini patut menjadi contoh bagi insan-insan kreatif di Kota Sukabumi untuk membangun kerja sama daripada mengedepankan saling untuk gigi. Sebab pada dasarnya, setiap bentuk dan seni kreatif yang dihasilkan dan dikembangkan oleh individu selalu saling berkaitan satu sama lainnya.

Tahun 2015, sebelum menjabat Wakil Wali Kota Sukabumi, H. Andri Setiawan Hamami pernah mengungkapkan harapan kepada penulis, sudah seharusnya warga Kota Sukabumi memiliki komitmen berdiri di atas kaki sendiri dan mandiri. 

Kemandirian di era masyarakat terbuka ini tidak berarti segala sesuatu ditanggung sendiri, melainkan dilengkapi secara bersama-sama untuk membangun masyarakat mandiri. Pada kebijakan yang diterbitkan oleh Pemkot Sukabumi, masyarakat ini pada tahap selanjutnya akan membentuk perkampungan tohaga (kokoh).

Kampung atau Lembur Tohaga




Selain di Kecamatan Lembursitu, Agustus 2020, Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi memimpin apel bersama polisi RW bersama para Ketua RW se-Kecamatan Gunungpuyuh dan sekaligus peresmian Kampung Tangguh Nusantara Lembur Tohaga Graha Taman Sukabumi RT 05 RW 07 Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunungpuyuh.

Dalam kegiatan yang digagas Polres Sukabumi Kota ini hadir Kapolres Sukabumi Kota AKBP Sumarni, dan unsur Kodim 0607 Kota Sukabumi. '' Pembangunan dilakukan bersama-sama tidak mungkin bisa dituntaskan oleh pemda, harus ada kolaborasi pemkot, aparat TNI/Polri serta warga didalamnya,'' kata Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi.

Di mana tidak bisa dipungkuri struktur yang paling dekat dengan warga adalah RT dan RW. Itulah sebabnya para aparatur di lapangan jadi kunsi sukses pembangunan, keamanan dan ketertiban masyarakat.

Para RW se-kecamatan dapat membangun kebersamaan yang kuat, namun bukan hanya RW melainkan aparat setempat baik polri dan TNI serta tokoh agama seperti alim ulama. Sebab dinamika permasalahan yang ada di masyarakat memerlukan sinergitas khususnya dihadapkan pada pandemi Covid-19.

Hal ini karena Covid-19 belum tuntas akibat vaksin spesifik belum ditemukan dan masih banyak warga yang belum disiplin menerapkan protokol kesehatan. Khususnya 3M yakni menggunakan masker saat keluar rumah, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak.

Oleh karenanya ungkap Wali Kota, aksi edukasi harus disampaikan kepada warga oleh para RW yang mempunyai peran penting. Pada saat bersamaan juga dilaunching Lembur Tohaga. Sebab pemerintah tidak tahu pandemi ini akan berakhir kapan.

Sehingga ketahanan pangan di masyarakat harus diperkuat salah satunya Lembur Tohaga jadi alternatif jawaban yang digagas Polres bekerjasama dengan para pihak termasuk RW.

Sumber Photo: Hendra, Anggota FKDM Kecamatan Lembursitu

0 Tanggapan