Upaya pencegahan penularan virus korona terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Sukabumi. Selama PSBB Proporsional, warga diimbau untuk mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penerapan protokol kesehatan maksimum dan penjarakan sosial (social distancing) selama PSBB Proporsional diharapkan dapat mencegah penularan Covid-19.
Setelah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan dilengkapi aturan-aturan yang harus dipatuhinya, pemerintah –mulai dari pusat hingga daerah– pada pertengahan Januari hingga Februari 2021 menerapkan kebijakan baru Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala mikro.
Tidak jauh berbeda dengan penerapan PSBB, PPKM berskala mikro memiliki tujuan mengurangi penularan virus korona yang semakin melonjak setiap pekan di negara ini. Hal lainnya, selama PPKM berskala mikro, pembatasan kegiatan benar-benar sampai menyentuh ke wilayah terkecil, RT dan RW.
Di Kota Sukabumi, PPKM berskala mikro sejalan dengan penerapan PSBB Proporsional disertai oleh beberapa kegiatan pematuhan masyarakat terhadap aturan selama PPKM berskala mikro.
Pemerintah Kota Sukabumi bersama kepolisian dan TNI melakukan penertiban di wilayah-wilayah perbatasan. Para pengendara kendaraan bermotor dan penduduk yang memasuki wilayah perkotaan diperiksa satu persatu. Salah satu bentuk penegakan aturan selama PPKM berskala mikro yaitu dengan memberikan sanksi kepada pelanggar aturan.
Seberapa Efektif PPKM Berskala Mikro Mencegah Penularan Virus Korona?
Pemerintah Provinsi Jawa Barat diikuti oleh kota dan kabupaten di wilayah ini menerapkan kembali PSBB Proporsional atau PPKM berskala mikro jilid kedua setelah penerapan dari 27 Januari sampai 08 Februari 2021.
Pemberlakuan PSBB Proporsional jilid dua, dari 09-22 Februari 2021 disebabkan oleh penularan virus korona yang tetap mengalami tren kenaikan. Selama satu pekan setelah penerapan PSBB Proporsional, kasus positif Covid-19 justru mengalami peningkatan jika dibandingkan sebelum penerapan PSBB Proporsional dan PPKM.
Hal ini dapat dimaknai, penerpaan PSBB Proporsional atau PPKM jilid pertama belum berjalan efektif atau belum dapat meminimalisasi penularan Covid-19 di Jawa Barat. Ketidakefektifan tersebut sejalan dengan ketidakdisiplinan masyarakat dalam mematuhi aturan-aturan selama penerapan PSBB Proporsional.
Hal lainnya, ketidakefektifan penerapan PSBB Proporsional di 27 kota dan kabupaten di Jawa Barat juga identik dengan pemberlakuan sanksi yang kurang tegas terhadap pelanggara aturan.
Dua hal di atas, kepatuhan masyarakat dan penegakan aturan oleh aparat selama penerapan PSBB Proporsional menjadi kalimat kunci efektivitas pencegahan penularan virus korona. Sebagian besar masyarakat juga masih belum memahami aturan yang berlaku selama penerapan PSBB Proporsional disebabkan oleh pola komunikasi pemerintah kepada masyarakat belum dapat memanfaatkan saluran media komunikasi konvensional seperti koran dan media cetak lainnya.
Kanal-kanal resmi pemerintah seperti situs web dan media sosial juga jarang diakses oleh masyarakat. Ketidaktahuan atau tunainformasi ini telah berdampak pada kekurangtahuan mereka terhadap kondisi terkini upaya pencegahan penularan virus korona.
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berskala Mikro di Wilayah
PPKM berskala mikro merupakan kebijakan generasi kedua setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar. Sasaran dari PPKM berskala mikro difokusman pada komunitas yang lebih kecil, tingkat RT dan RW. Aturan selama penerapan PPKM berskala mikro antara lain pembatasan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan dalam jumlah banyak.
Selain aturan seperti di atas, penegakan aturan oleh Pemerintah Kota Sukabumi telah dilakukan dalam bentuk penerapan sanksi kepada siapa saja yang melanggar aturan selama PPKM berskala mikro. Masyarakat yang tidak mengenakan masker dan pelindung wajah diintrogasi oleh aparat gabungan.
Sosialisasi PPKM berskala mikro juga dilakukan oleh Pemerintah Kota Sukabumi melalui lembaga-lembaga resmi, kelurahan, DKM, Lembaga Keagamaan, dan Pondok Pesantren.
Sebagai contoh, penyelenggaraan Pemilihan Ketua Rukun Warga 05 Kelurahan Sudajayahilir, Kecamatan Baros yang direncanakan pada 07 Februari 2021 disarankan untuk ditunda pelaksanaannya. Hal tersebut sebagai bentuk upaya pematuhan terhadap lembaga wilayah terkecil terhadap PPKM berskala mikro atau PSBB Proporsional jilid pertama.
Hasil penelitan Litbang KOMPAS beberapa waktu lalu, PPKM berskala mikro di sejumlah provinsi masih memperlihatkan ketidakpatuhan masyarakat terhadap aturan-aturan yang berlaku selama PPKM. Kerumunan dan tidak menerapkan protokol kesehatan maksimum ini menjadi penyebab jumlah kasus positif Covid-19 terus bertambah. Penurunan kasus positif Covid-19 pun tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan penerapan PSBB pada Maret 2020.
Kasus positif di tiga provinsi, termasuk Jawa Barat, melonjak drastis dibandingkan beberapa pekan sebelum penerapan PSBB Proporsional dan PPKM. Meskipun tak setinggi di DKI Jakarta, angka positif Covid-19 terus melonjak dua hingga tiga kali lipat setiap minggu jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pekan PPKM. Jumlah kasus positif berada di angka 7.000-an kasus.
Penambahan kasus positif Covid-19 di Kota Sukabumi sampai penerapan PSBB Proporsional jilid kedua berada di angka 15 – 30 kasus. Penambahan kasus harian berdasarkan situs web resmi Covid-19 Kota Sukabumi memperlihatkan kenaikan kasus dapat terus berlanjut jika penerapan PSBB Proporsional tidak disertai kepatuhan masyarakat dan ketegasan penegakan aturan dari aparat.
Berbeda dengan saat penerapan PSBB pada tahun 2020, kejenuhan selama pandemi Covid-19 telah mengubah cara pandang masyarakat dalam menyikapinya. Awal pandemi, penambahan kasus positif Covid-19 di Kota Sukabumi di awal pandemi benar-benar dipandang sebagai kejadian serius dan dianggap hal luar biasa oleh semua orang. Meskipun beberapa pihak –saat itu- masih ada yang memiliki anggapan pandemi ini sebagai bagian dari konspirasi global, paling tidak kehati-hatian diperlihatkan oleh sebagian besar masyarakat agar mereka terhindar dari penularan virus korona.
Saat ini, setelah selama sebelas bulan pandemi berlangsung, sebagian besar masyarakat mungkin telah merasa jenuh dengan beragam upaya pencegahan baik bersifat preventif atau kuratif. Tidak heran antara sebelum penerapan PSBB Proporsional dan setelah penerapan PPKM berskala mikro memperlihatkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Pusat keramain tetap hiruk-pikuk dan dijejali oleh pengunjung.
Kesadaran memakai masker dan pelindung wajah memang telah muncul di dalam diri masyarakat, namun kerumunan di pusat keraiaman dan perbelanjaan tetap berlangsung. Tidak dapat dimungkiri, penambahan kasus positif Covid-19 dapat saja disebabkan oleh kenyataan ini.
Pemerintah dari pusat hingga daerah, dalam menghadapi tahun kedua pandemi global Covid-19 dihadapkan pada beberapa tantangan mendasar. Pertama, penerapan aturan dan upaya pencegahan penularan virus korona harus berbanding lurus dengan pola komunikasi yang tepat kepada masyarakat yang sudah mulai mengalami kejenuhan dalam iklim pandemi.
Kedua, pemerintah memiliki peran penting dalam mensosialisasikan dan menyampaikan argumen yang efektif kepada masyarakat mengenai program pemberian vaksin. Wacana tentang bahaya vaksin dan ketakutan setelah diberi vaksin masih tersebar di masyarakat. Pada akhirnya, jika wacana seperti ini tidak ditangkal dengan komunikasi yang efektif justru akan banyak penolakan tanpa alasan tepat dari masyarakat.
Ketiga, restrukturisasi anggaran penanggulangan pandemi menjadi kendala sesaat dalam memaksimalkan pembangunan daerah. Pengalihan anggaran sebesar 30% untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di tahun 2021 dapat mengakibatkan beberapa kegiatan yang telah direncanakan oleh pemerintah tidak dilaksanakan di tahun ini. Dalam hal ini, kualitas pembangunan benar-benar harus menjadi perhatian matang dari pemerintah.
Kapan Pandemi Covid-19 Selesai?
Pertanyaan di atas sering diajukan oleh siapapun. Apakah pandemi Covid-19 akan selesai dengan sendirinya, sesuai dengan isu herd-immunity yang pernah berhembus lima bulan lalu. Wacana tentang herd-immunity sempat menjadi tren pembicaraan bahwa pandemi merupakan hukum alam untuk menguji seberapa kuat imunitas atau daya tahan manusia menghadapi seleksi alam ini.
Atau apakah pandemi Covid-19 akan selesai setelah manusia benar-benar menerapkan strategi penanggulangan terhadapnya? Jika manusia telah mampu menjinakkan coronavirus disease 2019, selanjutnya apakah manusia dapat menjinakkan juga virus korona jenis baru yang telah bermutasi dari virus sebelumnya?
Beberapa bencana kemanusiaan yang disebabkan oleh wabah telah memberikan informasi yang jelas, epidemi dan pandemi selalu berlangsung selama bertahun-tahun. Dengan membaca sejarah wabah, seperti dipaparkan dalam buku saya Covid-19: Ikhtiar Bersama Berdamai dengan Pandemi, manusia harus dapat bertahan dan berpikir dalam menghadapi setiap pentas kehidupan di dunia ini. Tanpa kecuali dalam menghadapi wabah yang biasa muncul dalam kurun waktu satu sampai dua abad antara satu wabah dengan wabah baru.
Manusia dituntut untuk menumbuhkan sikap sabar dan optimis jika pemulihan dunia dari pandemi Covid-19 dapat saja berlangsung selama satu dekade ke depan. Dengan kemampuan bertahan inilah, spesies manusia akan tetap dapat mempertahankan eksistensinya di planet ini.
Dimuat Radar Sukabumi, 16 Februari 2021
0 Tanggapan